Abstract
Al-Qur’an berbicara melalui pembaca teks dan al-Qur’an memiliki sifat kebenaran yang mutlak. Manusia sebagai pembaca diliputi sifat kesalahan sehingga kemutlakan kebenaran al-Qur’an berbeda dengan kebenaran pemahaman manusia terhadap al-Qur’an atau tafsir al-Qur’an. Al-Qur’an tidak boleh dikritisi kebenarannya karena ia bersumber dari yang Maha Benar namun tidak tertutup kemungkinan untuk mengkaji ulang penafsiran yang telah dilakukan oleh para ulama terdahulu. Sebagai catatan, tidak ada seorang penafsir pun yang terlepas dari lingkungan, pendidikan dan pengalamannya. Sehingga akan sangat dimungkinkan ditemukan ayat yang dipahami berbeda oleh penafsir yang memiliki latarbelakang yang berbeda pula meski dari pendidikan yang sama. Salah satu isu menarik dan menjadi pembicaraan para pengkaji al-Qur’an adalah isu perempuan, terkhusus dalam tulisan ini mengkaji isi kepemimpinan perempuan. Terdapat tiga kelompok dalam membahas isu ini yaitu kelompok yang membolehkan dan melarang sedang kelompok ketiga membolehkan dengan syarat-syarat tertentu. Analisis teks terkait kelayakan atau tidak perempuan menjadi pemimpin lebih beraroma pilitis ketimbang objektifitas teks sehingga pesan al-Qur’an menjadi tidak tersampaikan.